KATA PENGANTAR
Assalamu`alaikum wr.wb
Puji
syukur kami ucapkan kepada TUHAN Yang Maha Esa, karena kami telah berhasil
menyusun resume tentang KERAJAAN
BANTEN ini. Yang bertujuan untuk
memenuhi tugas dari guru SKI kami , dan sekaligus bertujuan untuk memperluas,
serta mempermudah mengenali sejarah kerajaan Islam di Indonesia
Kami
mengharapkan dengan tersusunnya kliping ini, dapat melengkapi perpustakaan
sekolah dan berguna bagi para pembacanya, khususnya siswa-siswi MAN. Negeri
Muara Enim.
Wassalamu`alaikum wr.wb
penulis, 7 September 2012
Hormat Kami
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB 1Rumusan masalah 3
BAB 11 Pembahasan 4
1 Lokasi
kerajaan banten 4
2 kerajaan
Banten 4
3 Sejarah 5
4 Aspek kehidupan 7
5 Aspek kehidupan 7
6 Puncak kejayaan ………………………………………………………....7
7 Masa kesultanan………………………………………………………… 11
8 penghapusan kesultanan
……………………………………………….12
9 Kemunduran kerajaan Banten…………………………………………..14
KATA PENUTUP………………………………………………………………….15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………16
BAB I
RUMUSAN MASALAH
1. Lokasi Kerajaan Banten.
Kerajaan Banten yang menjadi salah satu dari kerajaan Islam di Indonesia
terletak di Barat Pulau Jawa.
2. kerajaan banten
3. Aspek kehidupan masyarakat.
Aspek kehidupan kerajaan Banten meliputi:
A. Aspek Kehidupan Ekonomi
B. Aspek Kehidupan Sosial
C. Aspek Kehidupan Politik
D. Aspek kehidupan budaya
4. Puncak kejayaan
5. Masa kesultanan
6.kemunduran kerajaan Banten
BAB II
PEMBAHASAN
1. Lokasi Kerajaan
Banten.
Kerajaan Banten yang menjadi salah
satu dari kerajaan Islam di Indonesia terletak di Barat Pulau Jawa. Pada
mulanya kerajaan Banten di kuasai oleh kerajaan Pajajaran. Raja kerajaan
Pajajaran bersekutu dengan bangsa Portigis untuk membendung kerajaan Demak
untuk memperluas wilayahnya. Oleh karena itu, raja Demak yaitu Sultan Trenggana
memerintahkan Faletehan / Fatahillah untuk merebut kerajaan Banten dari tangan
kerajaan Pajajaran. Ternyata usaha tersebut berhasil dengan gemilang. Pasukan
kerajaan Demak di bawah pimpinan Faletehan berhasil menaklukkan kerajaan Banten
yang sedang berusaha menghalangi Demak memperluas wilayahnya.
2.
KERAJAAN BANTEN
Kerajaan Banten berawal ketika Kerajaan Demak memperluas
pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1526,
pasukan Demak, dibantu Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin, menduduki pelabuhan
Sunda,
yang saat itu merupakan salah satu pelabuhan dari kerajaan Pajajaran, dan kota Banten Girang. Pasukan Demak
mendirikan kerajaan Banten yang tunduk pada Demak, dengan Hasanuddin sebagai raja
pertama. Menurut sumber Portugis, saat itu Banten merupakan salah satu
pelabuhan kerajaan Pajajaran
di samping Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa
(kini Jakarta) dan Cimanuk.
Awal Perkembangan Kerajaan Banten
Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan
Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di
Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan,
Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu,
Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang
berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat itu dikuasai oleh Portugis.
Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di bawah pemerintahan
Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar.
Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.
3. Sejarah
Setelah itu Sunda diperkirakan jatuh di bawah
kekuasaan langsung Sriwijaya. Di abad ke-12, lada menjadi
bahan ekspor yang berarti bagi Sunda.
Dalam bukunya, Zhufan Zhi (1225), Zhao Rugua menyebut "Sin-t'o" sebagai bawahan
Sriwijaya tapi menulis bahwa "tidak ada lagi pemerintahan yang teratur di
negara itu. Penduduk menjadi perampok. Mengetahui ini, saudagar asing jarang ke
sana." Pernyataan ini menunjukkan pelemahan kekuasaan Sriwijaya, yang
sendirinya juga menjadi sarang perompak. Menurut Nagarakertagama, setelah raja Kertanegara menyerang kerajaan Malayu tahun 1275, Sunda
jatuh di bawah pengaruh Jawa. Namun berkat lada, ekonomi Sunda berkembang pesat
di abad ke-13 dan ke-14.
Menurut Carita Parahyangan, Banten
Girang ("Wahanten Girang") diserang Pajajaran, negara pedalaman yang juga beragama Hindu-Buddha.
Peristiwa ini diperkirakan terjadi di sekitar tahun 1400. Sunda tunduk pada
Pajajaran, yang lebih mementingkan pelabuhannya yang lain, Kalapa (kini Jakarta) dan mungkin satu lagi di muara Citarum. Mungkin itu sebabnya Tomé Pires menulis bahwa pelabuhan yang paling besar di Jawa
Barat adalah Kalapa. Namun di sekitar tahun 1500, perdagangan internasional
bertambah pesat untuk lada dan membuat Sunda lebih kaya lagi.
Jatuhnya Melaka di tangan
Portugis tahun 1511 berakibatkan perdagangan terpecah belah di sejumlah pelabuhan di bagian
barat Nusantara dan membawa keuntungan tambahan ke Sunda. Ada kemungkinan
rajanya masih beragama Hindu-Buddha dan masih tunduk pada Pajajaran. Namun
berkurangnya kekuasaan Pajajaran memberi Sunda kesempatan dan peluang yang
lebih luas. Raja Sunda, yang diancam kerajaan Demak yang Muslim, menolak untuk masuk Islam. Dia ingin
bersekutu dengan Portugis untuk melawan Demak. Tahun 1522 Banten dan
Portugis menandatangani suatu perjanjian untuk membuka suatu pos di sebelah
timur Sunda untuk menjaga perbatasan terhadap kekuatan Muslim.
Tahun 1523-1524, Sunan Gunung Jati meninggalkan Demak dengan memimpin suatu bala
tentara. Tujuannya adalah mendirikan suatu pangkalan militer dan perdagangan di
bagian barat pulau Jawa. Sunda ditaklukkannya dan rajanya diusir. Saat Portugis
balik ke Sunda tahun 1527 untuk menerapkan perjanjian dengan Sunda, Gunungjati menolaknya. Sementara
Kalapa juga direbut pasukan Muslim dan diberi nama baru, "Jayakarta" atau "Surakarta" ("perbuatan
yang gemilang" dalam bahasa Sangskerta.
Banten kemudian diperintah oleh Gunung Jati sebagai
bawahan Demak. Namun keturunannya akan membebaskan diri dari Demak. Tahun 1552, Gunung
Jati pindah ke Cirebon, di mana dia mendirikan kerajaan baru.
Jatidiri dan kegiatan Gunung Jati lebih banyak
diceritakan dalam naskah yang sifat kesejarahannya kurang pasti sehingga
terdapat banyak ketidakpastian. Boleh jadi kegiatan militer yang dikatakan
dilakukan oleh dia, sebetulnya adalah perbuatan orang lain yang oleh Portugis
dipanggil "Tagaril" dan "Falatehan" (yang
mungkin maksudnya "Fadhillah Khan" atau "Fatahillah") dan
yang dalam sejumlah cerita disamakan dengan Sunan Gunung Jati. Purwaka Caruban Nagari, suatu babad yang
dikatakan ditulis tahun 1720, membedakan Gunung Jati dari Fadhillah.
Raja Banten kedua, Hasanuddin (bertahta 1552-1570), memperluas kekuasaan ke daerah
penghasil lada di Lampung, yang hubungannya dengan Jawa Barat sebetulnya sudah
lama. Menurut tradisi, Hasanuddin adalah anak Gunung Jati. Dia menikah dengan
seorang putri dari raja Demak Trenggana dan melahirkan dua orang anak.
Raja ketiga, Maulana Yusuf (bertahta
1552-1570), menaklukkan Pajajaran di tahun 1579). Menurut
tradisi, Maulana Yusuf adalah anak yang pertama Hasanuddin. Sedangkan anak
kedua menikah dengan anak dari Ratu Kali Nyamat dan menjadi Penguasa Jepara.
Terjadi perebutan kekuasaan setelah Maulana Yusuf
wafat (1570). Pangeran Jepara merasa berkuasa atas Kesultanan Banten daripada
anak Maulana Yusuf yang bernama Maulana Muhammad karena Maulana Muhammad masih
terlalu muda. Akhirnya Kerajaan Jepara menyerang
Kesultanan Banten. Perang ini dimenangkan oleh Banten karena dibantu oleh para
ulama.
Tahun 1638 Pangeran Ratu (bertahta 1596-1651) menjadi raja pertama di pulau
Jawa yang mengambil gelar "Sultan"
dengan nama Arab "Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir”
5. Aspek kehidupan
masyarakat.
Aspek kehidupan kerajaan Banten
meliputi:
A. Aspek Kehidupan
Ekonomi
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran
yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Pedangang Cina,
India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten.
Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan
Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan,
tetapi meluas hingga ke pedalaman.
Kerajaan
Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena
menghasilkan lada dan pala yang banyak. Ada beberapa factor yang
mempengaruhinya, antara lain:
1. Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memilki syarat
menjadi pelabuhan yang baik. Dengan pelabuhan yang memadai itu, kerajaan Banten
dapat di datangi oleh pedagang-pedagang dari luar, seperti pedagang dari China,
India, Gujarat, Persia dan Arab yang setelah berlabuh di Aceh, banyak yang
melanjutkan pelayarannya melalui pantai Barat Sumatra menuju Banten. Selain
pedagang dari luar, ada juga pedagang yang dating dari kerajaan-kerajaan
tetangga, seperti dari Kalimantan, Makasar, Nusa Tenggara, dan Maluku.
2. Kedudukan kerajaan Banten yang sangat strategis di tepi Selat Sunda, karena
aktivitas pelayaran perdagangan dari pedagang Islam makin ramai sejak bangsa
Portugis berkuasa di Malaka.
Kedua faktor ini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
perkembangan perdagangan dan pelayaran, sehingga pada saat itu kerajaan Banten
sangat cepat mengalami perkembangan yang bias di bilang sangat pesat.
B.
Aspek Kehidupan Sosial Kesultanan
Banten
Kerajaan
Banten merupakan salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa selain Kerajaan Demak,
Kasepuhan Cirebon, Giri Kedaton, dan Mataram Islam. Kehidupan sosial rakyat
Banten berlandaskan ajaran-ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin
meningkat dengan pesat karena sultan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya.
Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem
perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia.
Menurut
catatan sejarah Banten, Sultan Banten termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW
sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama
Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk
Banten telah menjalankan praktek toleransi terhadap keberadaan pemeluk agama
lain. Hal ini dibuktikan dengan dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten
pada tahun 1673.
Kehidupan sosial masayarakat kerajaan Banten meningkat sangat pesat pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, karena ia sangat memperhatikan kehidupan
masyarakat dan berusaha untuk memajukan kesejahteraan rakyatnya. Ada usaha yang
di tempuhnya untuk mewujudkan rakyat yang sejahtera, yaitu denganmenerapkan
system perdagangan bebas dan mengusir Belanda dari Batavia (Jakarta sekarang)
walaupun usahanya ini gagal.
Secara pelahan, kehidupan sosial kerajaan Banten mulai berlandaskan pada
hokum-hukum Islam. Orang-orang yang menolak ajaran baru memisahkan diri ke
daerah pedalaman yaitu di daerah Banten Selatan dan kemudian di kenal dengan
nama Suku Badui, kepercayaan ini kemudian disebut dengan Pasundan Kawitan
(Pasundan yang pertama).
Kehidupan sosial kerajaan Banten dapat kita lihat pada bidang seni bangunan,
yaitu seni bangunan oleh Jan Lucas Cardel (orang Belanda yang masuk Islam) dan
bangunan-bangunan gapura di Kaibon Banten.
C. Aspek Kehidupan Politik Kerajaan
Banten
Pada
awal berkembangnya masyarakat pantai Banten, Banten merupakan daerah kekuasaan
Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh
Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Pada waktu Demak terjadi
perebutan kekuasaan, Banten melepaskan diri dan tumbuh menjadi kerajaan besar.
Setelah
itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif
Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten.
Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh
faktor-faktor berikut ini:
1.
Letak
Banten yang strategis terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi
bandar utama karena dilalui jalur perdagangan laut.
2.
Banten
menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa
menuju Asia.
Kerajaan
Banten mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Hal-hal yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa terhadap kemajuan Kerajaan
Banten adalah sebagai berikut:
1.
Memajukan
wilayah perdagangan. Wilayah perdagangan Banten berkembang sampai ke bagian
selatan Pulau Sumatera dan sebagian wilayah Pulau Kalimantan.
2.
Banten
dijadikan sebagai tempat perdagangan internasional yang mempertemukan pedagang
lokal dengan para pedagang asing dari Eropa.
3.
Memajukan
pendidikan dan kebudayaan Islam sehingga banyak murid yang belajar agama Islam
ke Banten.
4.
Melakukan
modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel. Sejumlah
situs bersejarah peninggalan Kerajaan Banten dapat kita saksikan hingga
sekarang di wilayah Pantai Teluk Banten.
5.
Membangun
armada laut untuk melindungi perdagangan. Kekuatan ekonomi Banten didukung oleh
pasukan tempur laut untuk menghadapi serangan dari kerajaan lain di Nusantara
dan serangan pasukan asing dari Eropa.
Sultan
Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC
di Indonesia. Kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat di bawah
kepemimpinannya. Namun akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan
Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng
Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat
pada tahun 1629 Masehi.
Kerajaan Banten adalah kerajaan Islam di Jawa
yang menjadi kerajaan penghapus kerajaan Hindu di Jawa. Ini di karenakan usaha
kerajaan Banten memperluas wilayahnya. Sultan Maulan Yusuf yang menggantikan
ayahnya yaitu Sultan Hasanuddin yang mangkat pada tahun 1570 mempeluas wilayah
kekuasaannya ke daerah pedalaman. Pada tahun 1579 kekuasaan kerajaan Pajajaran
dapatdi taklukkan, ibu kotanya di rebut sedang rajanya Prabu Sedah tewas dalam
pertempuran.
Kerajaan Banten memiliki banyak raja selama berdirinya. Adapun silsilah raja
kerajaan Banten secara kronologis adalah sebagai berikut.
1. Sunan Gunung Jati / Fatahillah
2. Sultan Maulana Hasanudin 1552 - 1570 (di bawah pemerintahannya kerajaan
Banten memperoleh masa kejayaannya)
3. Maulana Yusuf 1570 - 1580
4. Maulana Muhammad 1585 - 1590 (diangkat pada usia 9 tahun)
5. Sultan Abdul Mufahir Mahmud Abdul Kadir 1605 - 1640 (dianugerahi gelar
tersebut pada tahun 1048 H (1638) oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu.)
6. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1640 - 1650
7. Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1680
8. Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) 1683 - 1687
9. Abdul Fadhl / Sultan Yahya (1687-1690)
10. Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733)
11. Muhammad Syifa Zainul Ar / Sultan Arifin (1750-1752)
12. Muhammad Wasi Zainifin (1733-1750)
13. Syarifuddin Artu Wakilul Alimin (1752-1753)
14. Muhammad Arif Zainul Asyikin (1753-1773)
15. Abul Mafakir Muhammad Aliyuddin (1773-1799)
16. Muhyiddin Zainush Sholihin (1799-1801)
17. Muhammad Ishaq Zainul Muttaqin (1801-1802)
18. Wakil Pangeran Natawijaya (1802-1803)
19. Aliyuddin II (1803-1808)
20. Wakil Pangeran Suramanggala (1808-1809)
21. Muhammad Syafiuddin (1809-1813)
22. Muhammad Rafiuddin (1813-1820)
D.
Kehidupan Budaya Kesultanan Banten
Masyarakat
yang berada pada wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis yang ada
di Nusantara, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali.
Beragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten
dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain
didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta
keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat
setempat.
Dalam
bidang seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang
dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana
dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel,
seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah
di Banten saat ini dikembangkan menjadi tempat wisata sejarah yang banyak
menarik kunjungan wisatawan dari dalam dan luar negeri.
6.
Puncak kejayaan
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (bertahta 1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan
Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara. Dibantu orang
Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Tiongkok dan Jepang.
Sultan Ageng juga memikirkan
pengembangan pertanian. Antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan.
Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16
000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar sawah
baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan
di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makassar. Perkebunan tebu,
yang didatangkan saudagar Cina di tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan
Ageng, penduduk kota Banten meningkat dari 150 000 menjadi 200 000.
7.
Masa kesultanan
A. Masa kekuasaan Sultan Haji
Pada zaman pemerintahan Sultan Haji,
tepatnya pada 12
Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC. seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac
de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682
yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
D.Sunan Gunung Jati
Sunan
Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450 M namun ada juga yang mengatakan bahwa ia lahir pada
sekitar 1448 M. Sunan Gunung Jati adalah salah
satu dari kelompok ulama besar di Jawa bernama walisongo.
Sunan
Gunung Jati bernama Syarif Hidayatullah, lahir sekitar 1450. Ayah beliau adalah
Syarif Abdullah bin Nur Alam bin Jamaluddin Akbar. Jamaluddin
Akbar adalah seorang Muballigh dan Musafir besar dari Gujarat, India yang sangat dikenal sebagai Syekh Mawlana Akbar bagi kaum Sufi di tanah air. Syekh Mawlana Akbar adalah
putra Ahmad Jalal Syah putra Abdullah Khan putra Abdul Malik putra Alwi
putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar di Hadramawt, Yaman
yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah melalui cucu beliau Imam Husayn.
Makam
Nyai Rara Santang bisa ditemui di dalam komplek KLENTENG di Pasar Bogor, di
sebelah Kebun Raya Bogor.
Bagi
para sejarawan beliau adalah peletak konsep Negara Islam modern ketika itu
dengan bukti berkembangnya Kesultanan Banten sebagi negara maju dan makmur
mencapai puncaknya 1650 hingga 1680 yang runtuh hanya karena pengkhianatan
seorang anggota istana yang dikenal dengan nama Sultan Haji.
Dengan
segala jasanya umat Islam di Jawa Barat memanggil beliau dengan nama lengkap
Syekh Mawlana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Rahimahullah.
E.Sultan
Ageng Tirtayasa
Sultan
Ageng Tirtayasa (Banten, 1631 – 1692) adalah putra Sultan Abu
al-Ma’ali Ahmad yang menjadi Sultan Banten periode 1640-1650. Ketika kecil, ia bergelar Pangeran
Surya. Ketika ayahnya wafat, ia diangkat menjadi Sultan Muda
yang bergelar Pangeran Ratu atau Pangeran Dipati. Setelah
kakeknya meninggal dunia, ia diangkat sebagai sultan dengan gelar Sultan
Abdul Fathi Abdul Fattah.
Nama
Sultan Ageng Tirtayasa berasal ketika ia mendirikan keraton baru di dusun
Tirtayasa (terletak di Kabupaten Serang). Ia dimakamkan di Mesjid Banten.
Riwayat Perjuangan
Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada periode 1651 – 1682. Ia memimpin banyak perlawanan
terhadap Belanda. Masa itu, VOC menerapkan perjanjian monopoli
perdagangan yang merugikan Kesultanan Banten. Kemudian Tirtayasa menolak
perjanjian ini dan menjadikan Banten sebagai pelabuhan terbuka.
Saat
itu, Sultan Ageng Tirtayasa ingin mewujudkan Banten sebagai kerajaan Islam
terbesar. Di bidang ekonomi, Tirtayasa berusaha meningkatkan kesejahteraan
rakyat dengan membuka sawah-sawah baru dan mengembangkan irigasi. Di bidang
keagamaan, ia mengangkat Syekh Yusuf sebagai mufti kerajaan dan
penasehat sultan.
Ketika
terjadi sengketa antara kedua putranya, Sultan
Haji dan Pangeran Purbaya, Belanda ikut campur dengan bersekutu dengan Sultan Haji
untuk menyingkirkan Sultan Ageng Tirtayasa. Saat Tirtayasa mengepung pasukan
Sultan Haji di Sorosowan (Banten), Belanda membantu Sultan Haji dengan mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Kapten
Tack dan de Saint Martin.
8. Penghapusan
kesultanan
9 .kemunduran kerajaan Banten
Para pengikut setia
Sultan Ageng yang dipimpin oleh Syekh Yusuf terus melakukan intimidasi terhadap
Kompeni itu. Nasib buruk menimpa Syekh Yusuf, tahun 1683 ia beserta keluarganya
tertangkap Kompeni. Dengan begitu Kesultanan banten berada di ambang
kehancuran. Terlebih lagi dengan ditandatanganinya perjanjian pada tahun 1684
yang terdiri dari sepuluh pasal, yang tentu saja merugikan pihak Kerajaan
Banten. Akibat perjanjian ini Kesultanan Banten mulai dikuasai Belanda dengan
dibangunnya benteng Kompeni yang bernama Speelwijk di tempat bekas benteng
kesultanan yang telah dihancurkan.
Penjelasan dalam Banten Dalam Pergumulan Sejarah
mengindikasikan bahwa setelah Banten dalam ambang kehancuran, maka Sultan
Hajilah yang memegang kekuasaan. Pada masa pemerintahannya, Banten semakin
porak-poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan,
kekacauan di segala bidang yang kerap terjadi di mana-mana. Bahkan sempat
terjadi di dalam kota pembakaran yang membumihanguskan 2/3 bangunan
Sepeninggal Sultan Haji maka terjadilah perebutan kekuasaan di antara
anak-anaknya. Tentu campur tangan Kompeni tidak terelakkan yang menjadikan anak
pertama Pangeran Ratu mnejadi Sultan Banten yang bergelar Sultan Abul Fadhl
Muhammad Yahya (1687-1690). Ternyata Sultan ini sangat membenci Belanda dan
berniat mengembalikan kejayaan Banten. Akan tetapi selang tiga tahun
kemudian ia sakit dan tak lama kemudain wafat.
KATA PENUTUP
Assalamu`alaikum wr.wb
Kami ucapkan terima kasih bagi yang telah membaca resume
ini. Kami merasa bahwa dalam kliping ini masih banyak kekurangan dan kami
mengharap Kritik dan Saran dari pembaca, demi kesempurnaan kliping ini.
Atas
dukungannya kami mengucapkan Terima Kasih.
penulis, 7 September 2012
Hormat
Kami
Penyusun
|
Wassalamu`alaikum
wr.wb
ii
DAFTAR PUSTAKA
- Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono, Banten
avant l'Islam - Etude archéologique de Banten Girang (Java Indonésie) 932 (?)-1526 ("Banten sebelum Islam - Studi arkeologis tentang
Banten Girang 932 (?)-1526"), École française d'Extrême-Orient, 1994, ISBN 2-85539-773-1
- Guillot, Claude, Lukman Nurhakim, Sonny Wibisono,
"La principauté de Banten Girang" ("Kerajaan Banten
Girang"), Archipel,
Tahun 1995, Volume 50, halaman 13-24
- Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200,
2008 (terbitan ke-4)
- (Indonesia)Sia-sia, Kalau Bangkitkan Sosok Sultan
Banten. Harian
Kompas, 28 Maret 2003
- (Indonesia)Menunggu Kembalinya Sultan Banten. Republika, 7 September 2003
- (Indonesia)Ribuan Peziarah Serbu Masjid Agung
Banten.
TempoInteraktif, 26 Oktober 2006
- (Indonesia)Kesultanan Banten? Wallahualam…. Harian Kompas, 26 April 2003